Sikapi SE Pelarangan Plastik Sekali Pakai, Pedagang Pasar Tradisional di Bali: Wadah Minyak Goreng Curah Mau Diganti Apa?

1 week ago 18

SHNet, Bali-Para pedagang pasar tradisional di Bali, khususnya yang menjual minyak goreng curah mempertanyakan pengganti wadah kemasan plastik minyak goreng curah yang mereka jual jika Gubernur Bali, I Wayan Koster, melarang mereka menggunakan kemasan plastik sekali pakai. Mereka juga mengakui belum pernah diajak berdiskusi sama sekali terkait kebijakan tersebut.

Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Bali, I Made Putrayadi menyikapi Surat Edaran (SE) Gubernur Bali I Wayan Koster Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang salah satunya poinnya melarang semua kegiatan usaha menyediakan wadah plastik sekali pakai. “Kebijakan itu sangat membingungkan para pedagang yang berjualan di pasar tradisional terutama milik Pemprov, di mana  mereka hanya memiliki hak guna pakai saja di sana. Mereka takut jika tidak mengikuti peraturan tidak diijinkan lagi berjualan. Sementara, mereka juga bingung untuk mencari alternatif pengganti plastik sekali pakai, apalagi yang menjual minyak goreng curah,” ujarnya menyampaikan keluhan para pedagang di pasar tradisional.

Karena, lanjutnya, minyak goreng yang dijual di pasar tradisional itu umumnya minyak curah yang wadahnya harus mempergunakan plastik. “Apakah mungkin para pembeli itu disuruh bawa botol sendiri yang ukuran satu liter dari rumahnya ke pasar kalau mau beli minyak goreng? Saya yakin pasti para pembeli itu tidak akan ada yang mau dengan alasan sangat merepotkan,” ucapnya.

Selain pedagang minyak goreng curah, Putrayadi menuturkan bagi para pedagang sembako, bawang, cabe, daging, sayuran, makanan, dan semua jenis dagangan lainnya di pasar tradisional pastinya banyak yang menggunakan kantong plastik kresek dan menjual barang-barang yang dikemas dengan wadah plastik sekali pakai. “Apalagi, Pemprov belum pernah mendiskusikan soal pelarangan itu dengan kita. Selain itu, juga tidak memberikan solusi terkait alternatif wadah yang akan digunakan sebagai pengganti plastik sekali pakai,” katanya.

Karenanya, dia berharap Pemprov Bali mau mengundang semua para pedagang di pasar tradisional untuk sama-sama mencari solusi yang tidak merugikan para pedagang tapi juga mendiskusikan bagaimana pengelolaan sampahnya. “Kita berharap bisa berdiskusi dengan Pemprov untuk bisa membicarakannya bersama-sama. Jadi, sebaiknya SE Gubernur itu jangan terburu-buru untuk diterapkan, tapi harus mendengarkan dulu keluhan dari masyarakatnya,” tukasnya.

Karena, menurutnya, jika SE itu dipaksakan untuk langsung diberlakukan, pasti para pedagang di pasar tradisional akan bingung mengikutinya apalagi tanpa melakukan diskusi terlebih dahulu. “Tapi, kita kembalikan kepada pemerintah, kalau memang aturannya seperti itu, kita hanya minta agar disediakan alternatif kemasan yang tentunya tidak mahal,” tandasnya.

Dia menyarankan agar Pemprov lebih memikirkan penyediaan mesin pengolahan sampah di Bali ketimbang harus melarang-larang penggunaan kemasannya. “Dulu sudah ada wacana untuk mendatangkan mesin pengolahan sampah itu dari Jepang dan Cina, tapi entah kenapa sampai sekarang alatnya tidak sampai-sampai,” tuturnya.

Dengan tidak adanya mesin pengolahan sampah tersebut, Putrayadi mengatakan sampah-sampah di Bali ini untuk sementara masih ditimbun semua di TPA. “Inilah yang menyebabkan terjadinya penumpukan-penumpukan sampah di Bali yang belum bisa diatasi secara maksimal,” ucapnya.

Jika kebijakan itu dipaksa untuk diberlakukan, dia khawatir akan terjadi kekisruhan. “Semua pasar itu bisa saja melakukan tindakan nggak mau berjualan. Itu pasti terjadi kalau misalkan tidak ada jalan keluar atau solusi dari pemerintah daerah terkait keluhan para pedagang tadi,” tukasnya.

Jika itu terjadi, katanya, perekonomian Bali di sektor perdagangan bisa terganggu. Apalagi, menurutnya, pasar tradisional di Bali itu ribuan jumlahnya karena tersebar sampai ke wilayah pelosok-pelosok. “Itu sudah pasti karena di pasar tradisional terjadi perputaran perdagangan, ekonomi, dan lain sebagainya,” katanya. (cls)

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan