Hari Buruh 1 Mei: Antara Peringatan dan Kenyataan PHK Massal di Era Modern

4 days ago 16

Oleh: Diana Triwardhani, SE.MM., Ph.D

Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day. Hari ini merupakan simbol perjuangan kaum pekerja untuk hak-hak yang adil dan kondisi kerja yang layak. Di Indonesia, peringatan Hari Buruh telah menjadi momen penting bagi para buruh untuk menyuarakan aspirasi mereka, baik dalam bentuk demonstrasi, diskusi publik, maupun kegiatan edukatif. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Hari Buruh seringkali diselimuti oleh keprihatinan, terutama terkait maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor.

Fenomena PHK massal menjadi ironi dalam peringatan Hari Buruh. Di saat buruh seharusnya mendapatkan penghormatan atas kontribusinya dalam perekonomian, mereka justru menghadapi ketidakpastian dan kehilangan pekerjaan. Artikel ini akan mengupas bagaimana Hari Buruh 1 Mei menjadi relevan dengan situasi PHK saat ini, apa penyebab dan dampaknya terhadap masa depan buruh dan generasi pekerja mendatang.

Makna Sejarah Hari Buruh

Hari Buruh berakar dari perjuangan pekerja di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 yang menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari. Aksi protes besar yang dikenal sebagai Haymarket Affair pada 1886 menjadi simbol perlawanan kaum pekerja terhadap eksploitasi dan ketidakadilan. Sejak saat itu, tanggal 1 Mei dijadikan sebagai peringatan internasional atas perjuangan buruh.

Di Indonesia, Hari Buruh sempat dilarang diperingati secara resmi pada era Orde Baru, namun kembali diakui sebagai hari libur nasional sejak tahun 2013. Setiap tahunnya, ribuan buruh turun ke jalan untuk memperjuangkan kenaikan upah, perlindungan kerja, serta penolakan terhadap sistem kerja kontrak dan outsourcing yang dianggap merugikan.

PHK Massal: Realita Buruh Hari Ini

Selama beberapa tahun terakhir, khususnya sejak pandemi COVID-19, tren PHK massal terus menghantui dunia kerja. Perusahaan di berbagai sektor—manufaktur, teknologi, ritel, dan bahkan layanan kesehatan—melakukan efisiensi dengan memangkas jumlah karyawan.

Pada tahun 2023, Indonesia menyaksikan peningkatan angka pengangguran sebagai akibat dari gelombang PHK yang terjadi, mulai dari startup digital hingga perusahaan tekstil besar yang gulung tikar. Perubahan pola konsumsi, disrupsi teknologi, dan tekanan ekonomi global menjadi alasan utama perusahaan mengambil langkah efisiensi ini. Mungkin juga di tahun-tahun mendatang PHK akan semakin sering terdengar mengingat kebijakan AS baru-baru ini tentang mematok tarif dagang untuk banyak negara termasuk Indonesia yang sangat besar.

Dampak PHK 
PHK tidak hanya berdampak secara finansial, tetapi juga psikologis dan sosial. Seorang buruh yang kehilangan pekerjaan bukan hanya kehilangan penghasilan, tetapi juga identitas sosial dan rasa percaya diri. Hal ini berdampak langsung terhadap keluarga mereka:

Pertama, Pendidikan Anak: Banyak keluarga yang terpaksa menghentikan pendidikan anak karena tidak mampu lagi membayar biaya sekolah.

Kedua, Kesehatan Mental: Tingginya stres dan kecemasan dapat menyebabkan gangguan mental pada mantan pekerja.

Ketiga, Ketidakstabilan Sosial: Lonjakan pengangguran dapat memicu meningkatnya angka kriminalitas dan ketimpangan sosial.

Hari Buruh dan Refleksi Kebijakan Ketenagakerjaan

Momentum Hari Buruh seharusnya menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan pengusaha untuk mengevaluasi kebijakan ketenagakerjaan. Dalam menghadapi era otomasi, digitalisasi, dan krisis global, pemerintah dituntut untuk:

Pertama, Memberikan Jaminan Sosial yang Komprehensif: Program seperti Kartu Prakerja harus diperluas cakupannya untuk memberikan pelatihan nyata dan dana yang memadai.

Kedua, Mengembangkan Sistem Pekerjaan Fleksibel yang Adil: Gig economy harus diatur agar para pekerja tetap mendapat perlindungan dan akses jaminan kesehatan.

Ketiga, Memperkuat Pendidikan Vokasional: Agar lulusan siap menghadapi dunia kerja baru yang menuntut keahlian digital dan adaptif.

Keempat, Memberikan Insentif kepada Industri Padat Karya: Agar mereka tetap dapat bertahan tanpa harus mem-PHK pekerjanya.

Dampak Jangka Panjang

Generasi muda Indonesia akan menghadapi tantangan besar jika tren PHK dan ketidakpastian kerja terus berlanjut, sehingga sepertinya tagar “kabur aja dulu” akan menjadi kenyataan yang pasti. Mereka cenderung menghindari sektor formal dan lebih memilih pekerjaan informal atau freelance, yang seringkali tidak memiliki jaminan pensiun atau asuransi kesehatan.

Ketidakstabilan ini juga berdampak pada perencanaan jangka panjang: sulit memiliki rumah, menikah, atau membangun keluarga. Akibatnya, pertumbuhan kelas menengah dapat melambat dan kesenjangan ekonomi semakin melebar.

Harapan dan Jalan Keluar

Hari Buruh tidak hanya tentang demonstrasi dan tuntutan, tapi juga refleksi dan perencanaan masa depan. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus bersinergi menciptakan ekosistem kerja yang manusiawi, adaptif, dan inklusif.

Pertama, Digitalisasi yang Bertanggung Jawab: Otomasi dan AI memang tidak terelakkan, tapi perlu ada kebijakan transisi untuk melatih ulang pekerja agar bisa beradaptasi.

Kedua, Kewirausahaan Sosial dan UMKM: Memberikan pelatihan dan modal usaha agar buruh yang di-PHK bisa membuka usaha sendiri.

Ketiga, Gerakan Kolektif Buruh Modern: Serikat buruh harus bertransformasi menjadi lebih adaptif, menyuarakan hak-hak pekerja informal, freelance, dan pekerja digital.

Akhirnya, Hari Buruh 1 Mei bukan sekadar peringatan tahunan, tapi panggilan untuk menyadari bahwa kesejahteraan buruh adalah fondasi dari ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Di tengah gelombang PHK dan tantangan dunia kerja yang berubah cepat, peringatan ini menjadi momen penting untuk menata ulang sistem ketenaga kerjaan agar tidak hanya menguntungkan pemilik modal, tetapi juga memuliakan pekerja.

Masa depan buruh Indonesia sangat bergantung pada keberanian kita semua untuk melakukan perubahan. Tanpa itu, peringatan Hari Buruh hanya akan menjadi rutinitas seremonial tanpa makna.

Penulis, Diana Triwardhani, SE.MM., Ph.D adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UPN Veteran Jakarta

Read Entire Article
Kendari home | Bali home | Sinar Harapan